Aku tidak tahu cara mengucapkan perpisahan
~Mitch Albom
Heheuheu.. Blog saya sudah banyak sarang laba-laba
ternyata. Huffttt. Udah 16 hari gak dikunjungi. Kemana aja sih, Naya? Ahhh..
iyah kemarin-kemarin lagi agak-agak sok sibuk Kasian laptopku. Dia
sampai-sampai curhat di postingan ini. Huahaha.
Tapi, walaupun menghilang dari dunia tulis menulis
blog, proses kreatif terus berjalan kok. Azeeek. Ya harus kan. Salah satunya
adalah membaca dan menghayati sampai dalam beberapa buku. Ah ini dia kebiasaan
itu, berpikir mendalam. Heuheuheu. Eh tapi saya setuju dengan quote dari diri
saya sendiri yang berbunyi: “Membaca itu belum tentu mendengarkan. Kalau
mendengarkan pasti membaca.” What does it mean? Iyah, kalau membaca, hanya
sekedar menelusuri huruf demi huruf dan sekedar tahu. Tapi ketika proses
membaca melibatkan proses mendengarkan, saya biasanya akan memikirkan lalu
mempraktekkannya sedikit-sedikit lalu menganalisa dari sudut pandang saya.
Hahaha. Ribet banget ya? Ah, saya suka ko yang ribet-ribet :P
Salah satu buku yang indah sekali yang gak
bosen-bosennya saya baca adalah buku “Tuesdays with Morrie” by Mitch Bloom.
Buku ini saya temukan di dalam sebuah novel berjudul “L”. Novel seru dan asyik
yang harus deh dibaca. Dalam novel “L” ini tokohnya membahas tentang novel ‘Tuesdays
with Morrie” dan entah kenapa my gut feeling langsung bilang: Naya, you should
read this book! Okay and then I got it. My feeling is right. I love that book.
Ini nih beberapa kata yang bikin saya rada-rada melongo
sesaat.
# The tension of opposites. Hidup ini merupakan
rangkaian peristiwa menarik dan mengulur. Suatu saat kita ingin mengerjakan
satu hal, padahal kita perlu mengerjakan sesuatu yang lain. Ada sesuatu yang membuat kita sakit, namun
kita tahu bahwa seharusnya tidak demikian. Kita menerima hal-hal tertentu
begitu saja, bahkan meskipun kita tahu bahwa seharusnya kita tidak pernah
menikmati sesuatu secara cuma-cuma.
# ... kadang-kadang kita
tak boleh percaya kepada yang kita lihat, kita harus percaya kepada yang kita
rasakan. Dan jika kita ingin orang lain percaya kepada kita, kita harus merasa
bahwa kita dapat mempercayai mereka juga, bahkan meskipun kita sedang dalam
kegelapan. Bahkan ketika kita sedang terjatuh.
# Kebanyakan kita hidup
seperti orang yang berjalan sambil tidur. Kita sesungguhnya tidak menghayati
dunia ini secara penuh, karena kita separuh terlelap, mengerjakan semuanya yang
terpikir oleh kita.
#... Jika kau menerima
bahwa kau dapat mati kapan saja barangkali kau tak akan seambisius sekarang.
# Seperti kata penyair
besar Auden, “Saling mencintai atau punah dari muka bumi.”
#
... Tapi
mematikan perasaan tidak berarti kita tidak membiarkan pengalaman meresap ke
dalam diri kita. Sebaliknya kita membiarkan pengalaman meresap secara penuh. Itulah
sebabnya kita dapat mematikan rasa.
Ah masih banyak pokoknya.
Tapi itu yang paling saya suka. Kenapa saya gak bercerita tentang apa sih
bukunya disini, hihihihi.. udah banyak banget reviewnya, sila googling yah
manteman. Ssegitu aja dulu seportasenya yah. Keep reading ya.
~Naya
0 komentar:
Posting Komentar