Pages

Rabu, 22 Februari 2017

Para tamu istimewa


Alhamdulillah atas segala nikmat yang Allah berikan. Baik yang tidak saya sadari maupun yang saya sadari. Baik yang saya rasakan maupun yang luput dari rasa.
***

Bismillah.
Mesjid Nurul Huda kedatangan tamu istimewa dari beberapa daerah. 9 orang yang berkelana untuk berdakwah. Mereka ‘mondok’ di mesjid kami selama 3 hari. Dan saya, diberikan anugerah kesempatan oleh Allah untuk menjamu mereka dan tentunya berbincang-bincang. Belajar banyak hal. Termasuk semakin paham bahwa berdakwah dan bermanfaat bagi orang banyak itu bisa dengan jutaan cara. 


Pagi itu saya merapikan buku-buku di teras mesjid. (Oiya, saya belum bercerita bahwa saya membuat “Ruang Baca Nurul Huda” di pelataran mesjid. Nanti saya share yah.) Tamu-tamu istimewa itu sedang melakukan beberapa kegiatan yang berbeda-beda. Ada yang sedang mencuci baju, ada yang sedang mengobrol, ada yang sedang sarapan, dan lain-lain. Kami hanya bertegur sapa salam dan senyum seperlunya. Lalu tenggelam dengan kegiatan masing-masing. Saya pun kembali pulang ke rumah.


Namun sesampainya pulang ke rumah, yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari mesjid, terbersit untuk mengobrol dengan salah satu dari mereka. Sebetulnya visi dan misi apa yang tengah mereka emban. Saya tergerak untuk mencari tahu dan saya yakin, visi dan misi mereka mulia. Saya pun kembali ke mesjid dengan membawa laptop. Maha Besar Allah yang telah menggerakan hati saya ketika itu.


Saat itu ada seorang bapak yang paling sepuh diantara tamu-tamu yang lain. Beliau sedang memotong roti. Saya menyapa lalu berbincang. Ada seorang bapak lainnya sedang memakai kaos kaki seperti tengah bersiap untuk pergi. Beliau memperkenalkan dirinya bahwa beliau orang Bandung namun ikut mendampingi mereka. Namanya Bapak Hendar. Kami berbincang dan saya mengatakan ketertarikan saya untuk mengobrol dengan salah satu santri.
“Saya suka menulis, Pak. Saya ingin share ke orang-orang tentang kegiatan ini. Mengenai visi misinya.”
Bapak Hendar menyambut baik niat saya dan memperkenalkan saya kepada seorang santri yang bernama Ustadz Abdul Majid. Beliau berusia 24 tahun. Beliau seorang tahfidz. Dan untuk pertama kalinya, Allah memberikan saya kesempatan untuk berbincang dengan seorang tahfidz. Betapa bersyukurnya saya.

***
Awalnya Ustadz Majid, begitu kami memanggilanya (walaupun beliau bilang panggil Madjid saja) merasa sedikit bingung ketika saya bilang mau tanya-tanya beberapa hal. Tetapi akhirnya percakapan berlangsung selama lebih dari satu jam. Obrolan mengalir lancar dan seru. Bagi saya seru, entah bagi beliau. Hehehe. Lagi, Allah memberikan beberapa jawabannya pada percakapan satu jam tersebut. Jawaban tentang keingintahuan saya yang besar dan muncul akhir-akhir ini tentang menghapal Alquran.  Allah Maha Baik. Selalu.


Ustadz Majid mondok di Pesantren Al-Fatah Temboro Magetan Jawa Timur. Anak ke-7 dari 11 bersaudara itu masuk pesantren dengan keinginan sendiri. Alm ayah beliau memang menginginkan beberapa putranya untuk menimba ilmu di pesantren. Almarhum adalah seorang guru dan pedagang yang asli Sulawesi dan Bermukim di Sorong, Papua Barat. Karena di Papua belum ada pesantren, maka dikirimlah ke pesantren daerah jawa timur.
***

Ternyata Alm Ayah beliau pernah mengikuti satu kegiatan yang kegiatan inilah yang menjadi ketertarikan Ustadz Majid untuk mondok di Pesantren Al Fatah. Kegiatan itu ialah itikaf di mesjid selama 3 hari. Untuk me-refresh ilmu-ilmu syar’i dan tentu saja saat kembali ke rumah, siap untuk mengamalkan ilmu tersebut. Itikaf itu memberikan kesan mendalam bagi almarhum ayah beliau. Almarhum mengamalkan bagaimana seharusnya memperlakukan istri dan bagaimana memperlakukan anak-anak dengan lebih baik. Lalu setelah keluarga, bagaimana agar tetangga-tetangga kita ikut menghidupkan kembali agama.
***

Untuk hasil obrolan saya selengkapnya dengan beliau akan saya posting di postingan selanjutnya yaaaa.

0 komentar:

Posting Komentar