Cinta
(seharusnya) sederhana
Kehilangan
seseorang yang menemani berbincang. Berbincang tentang apa saja. Dari mulai
masalah pekerjaan, politik, sejarah bahkan hal-hal gak penting sekalipun.
Selalu merasa bahwa mungkin Tuhan sedang bercanda ketika mempertemukan kita.
Kita bertemu disaat yang sangat tidak tepat.
***
Baru
menemukan seseorang yang begitu antusias ketika aku bercerita. Kamu tahu, apa
bedanya mendengar dan mendengarkan? Yang kedua, selalu bisa membuat cerita
mengalir lancar bahkan deras, tak dapat ditampung seakan-akan topik pembicaraan
tak pernah habis. Selalu saja banyak hal menarik yang kita bisa bicarakan.
Ah,
dalam kasus ini sepertinya aku terlalu sentimental. Terlalu ‘memperbuas’
perasaan. Tapi tahukah kamu, hanya dengan kamu aku selalu merasa didengarkan.
Ya, karena kamu selalu mendengarkan aku.
***
Tidak
mudah menjadi seorang Introvert yang Intuitif. Baiklah, istilah itu pun
kudapatkan darimu. Kamu yang ‘menemukan’ bahwa aku terlahir unik, kamu yang
bilang aku tidak biasa dan sangat istimewa. Dan aku hanya ternganga ketika kamu
menyebutkan satu persatu tentang ciri-ciri kepribadian yang sangat sama persis
denganku, yang bahkan aku sendiri baru tersadar bahwa itu sangat aku sekali.
Kamu
menjerit-jerit girang saat kamu bisa mencocokkan ciri-ciri kepribadian itu
dengan diriku. Seperti anak kecil yang sangat kegirangan menemukan harta karun
yang dikubur di halaman belakang rumah. Katamu, tipe kepribadian yang aku
miliki termasuk langka. Hahaha. Populasi nya hanya satu koma sekian di dunia. Itu
kamu ceritakan saat baru menghadiri training tentang kepribadian. Lagi-lagi,
aku sangat suka kamu yang selalu berbagi hal baru yang kamu ketahui. Cocok
denganku yang juga selalu suka hal-hal baru. Sungguh, rupanya Tuhan sedang
bercanda dengan kita saat itu.
***
Semuanya
terekam dengan baik di kepalaku. Mungkin tidak sama persis dengan perkataanmu,
tapi masih dapat kuingat jelas kamu menyemangatiku banyak hal, sungguh banyak
hal. Dari mulai Venetia, mengajar Bahasa Inggris, menulis novel sampai menulis
kumpulan quotes untuk anak-anakku kelak. Itu banyak sekali.
***
Kamu
menggenapiku.
***
Sesekali,
kupejamkan mata ini untuk beberapa detik, dan kamu ada disana. Tersenyum.
Tuhan
hanya meminjami kamu. Tuhan hanya ingin lewat kamu-lah aku mengerti banyak hal
dalam diri aku. Tuhan ternyata tidak bercanda ketika mempertemukan kita. Tuhan
Maha Baik ya, berkenan mengenalkan kamu padaku walaupun pada waktu yang menurut
aku kurang tepat.
***
Lalu
sekarang masih patutkah aku berduka karena masa pinjam-mu sudah habis? Masih
patutkah aku melenguh dan melipir bergelung sedih di pojok ruangan? Meratapi
dan melepas kamu yang memang bukan sesuatu yang harus aku pertahankan? Karena
tidak mungkin seseorang mempertahankan sesuatu yang jelas-jelas bukan
milikknya.
***
Kita
punya amunisi yang hebat dalam setiap percakapan. Kamu mungkin tidak
menyadarinya. Amunisi itu merupakan sesuatu yang meledak-ledakkan dialog kita
menjadi sesuatu yang seru, selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Amunisi
itu memberikan percikan-percikan yang mampu menghangatkan sudut-sudut
kekeringan di relung jiwa kita. Tahukah kamu apa amunisi itu? Amunisi itu
bernama: Rindu.
***
Aku
rindu percakapan-percakapan kita. Selalu rindu. Aku rindu pertemuan kita yang
hanya enam kali itu. Hanya enam kali dalam tiga tahun terakhir ini.
***
Belum
genap satu bulan. Waktu itu 16 Maret dan sekarang baru 13 April, tapi rasanya
sudah berbulan-bulan tak bercakap-cakap denganmu, ya. Tapi kurasa aku bisa
melewatinya. Ya aku harus bisa. Waktu kan yang menyembuhkan segalanya? Cuma
waktu juga yang membuat segala yang terlihat tak mungkin menjadi mungkin. Iya,
aku cuma perlu waktu sedikit lagi. Sedikit saja.
***
Sekarang,
pada siapa lagi aku bisa bercerita tentang hujan?
Pesan
itu aku kirimkan padamu tiga hari yang lalu. Lalu aku ganti sim-card ku. Aku
tak tahu apakah kamu membalasnya atau tidak. Kamu memang tak perlu membalasnya.
Kamu hanya perlu tahu bahwa tak ada pendengar yang sebaik kamu. Kamu juga harus
tahu bahwa celotehan-celotehan aku yang terkadang aneh atau tak lazim,
menurutmu sangat menarik. Itu setidaknya menurutku. Kenapa aku tahu menurutmu
itu menarik? Karena kamu selalu menanggapi dengan serius, tak jarang
besok-besok kamu sengaja googling apa saja yang baru aku utarakan, lalu
besok-besok itu, kamu membahas lagi dan aku hanya bisa tertawa gembira
mendapatkan partner diskusi yang akhirnya bisa juga bisa membahas hal-hal aneh
atau tak lazim-ku.
***
Aku
kehilangan kamu. Kehilangan yang teramat sangat
***
Kalau
saat ini kamu masih mau berbicara denganku, membahas kenapa aku tiba-tiba
memutuskan menghilang dari kehidupanmu, itupun kalau kamu masih mau
mendengarkan, aku ingin bicara banyak sekali.
Kamu
tahu, entah kenapa aku selalu merasa bahwa kamu baik-baik saja dengan keadaan
sekarang, tapi tidak denganku. Kamu masih suka ingat aku, namun lalu kamu
merasa sudahlah, tak perlu dipikirkan.
Kamu
pun diam-diam merindukan percakapan-percakapan seru kita. Aku merasakannya.
Namun, kamu pun merasa tak perlu
pusing-pusing memikirkan aku yang sudah sangat sering menghilang darimu. Lalu
muncul lagi suatu hari.
Dan
entah kenapa, aku merasa kamu sudah punya “seseorang” yang lain, tapi aku tahu
tetap tak ada yang se-absurd aku, kan? Kamu hanya merasakan kehilangan obrolan
yang menarik, bukan sosok aku.
Dan
aku percaya intuisi ini. Aku percaya apa yang kurasakan ini, sama persis dengan
yang kamu rasakan detik ini.
***
Jadi
kurasa, semuanya sudah selesai sampai titik ini. Kamu hanya akan menjadi
kenangan. Kamu hanya akan menjadi tokoh dalam cerpen-ku kali ini.
***
Aku
rasa, sudah saatnya kita mencoba memperbaiki hubungan yang memang semestinya.
Aku aka kembali pada ‘dia’, lelaki yang mempersunting aku lima tahun lalu.
Lelaki yang kusebut suami. Dan semoga tanpa aku, kamu pun bisa mempunyai
hubungan yang lebih baik dengan istrimu.
***
Karena
baru-baru ini aku membaca sebuah kutipan dari penulis favorit aku. Dia bilang: Cinta
itu sederhana. Jika rumit, itu bukan cinta. Cinta itu tak pernah salah, jika
salah itu tentu bukan cinta. As simple as that.
Dan
yang terjadi pada kita, nyata-nyata bahwa cinta kita tidak pernah bisa menjadi
sederhana dan memang rumit. Cinta kita juga salah. Jadi, aku pikir yang terjadi
antara aku dan kamu bukanlah cinta yang sesungguhnya. Itu kesimpulanku, semoga
kamu paham.
***
Kamar.
25 Mei 2014
01:04
0 komentar:
Posting Komentar