Pages

Minggu, 25 Mei 2014

cinta (seharusnya) sederhana



Cinta (seharusnya) sederhana

Kehilangan seseorang yang menemani berbincang. Berbincang tentang apa saja. Dari mulai masalah pekerjaan, politik, sejarah bahkan hal-hal gak penting sekalipun. Selalu merasa bahwa mungkin Tuhan sedang bercanda ketika mempertemukan kita. Kita bertemu disaat yang sangat tidak tepat.
***
Baru menemukan seseorang yang begitu antusias ketika aku bercerita. Kamu tahu, apa bedanya mendengar dan mendengarkan? Yang kedua, selalu bisa membuat cerita mengalir lancar bahkan deras, tak dapat ditampung seakan-akan topik pembicaraan tak pernah habis. Selalu saja banyak hal menarik yang kita bisa bicarakan.
Ah, dalam kasus ini sepertinya aku terlalu sentimental. Terlalu ‘memperbuas’ perasaan. Tapi tahukah kamu, hanya dengan kamu aku selalu merasa didengarkan. Ya, karena kamu selalu mendengarkan aku.
***
Tidak mudah menjadi seorang Introvert yang Intuitif. Baiklah, istilah itu pun kudapatkan darimu. Kamu yang ‘menemukan’ bahwa aku terlahir unik, kamu yang bilang aku tidak biasa dan sangat istimewa. Dan aku hanya ternganga ketika kamu menyebutkan satu persatu tentang ciri-ciri kepribadian yang sangat sama persis denganku, yang bahkan aku sendiri baru tersadar bahwa itu sangat aku sekali.
Kamu menjerit-jerit girang saat kamu bisa mencocokkan ciri-ciri kepribadian itu dengan diriku. Seperti anak kecil yang sangat kegirangan menemukan harta karun yang dikubur di halaman belakang rumah. Katamu, tipe kepribadian yang aku miliki termasuk langka. Hahaha. Populasi nya hanya satu koma sekian di dunia. Itu kamu ceritakan saat baru menghadiri training tentang kepribadian. Lagi-lagi, aku sangat suka kamu yang selalu berbagi hal baru yang kamu ketahui. Cocok denganku yang juga selalu suka hal-hal baru. Sungguh, rupanya Tuhan sedang bercanda dengan kita saat itu.
***
Semuanya terekam dengan baik di kepalaku. Mungkin tidak sama persis dengan perkataanmu, tapi masih dapat kuingat jelas kamu menyemangatiku banyak hal, sungguh banyak hal. Dari mulai Venetia, mengajar Bahasa Inggris, menulis novel sampai menulis kumpulan quotes untuk anak-anakku kelak. Itu banyak sekali.
***
Kamu menggenapiku.
***
Sesekali, kupejamkan mata ini untuk beberapa detik, dan kamu ada disana. Tersenyum.
Tuhan hanya meminjami kamu. Tuhan hanya ingin lewat kamu-lah aku mengerti banyak hal dalam diri aku. Tuhan ternyata tidak bercanda ketika mempertemukan kita. Tuhan Maha Baik ya, berkenan mengenalkan kamu padaku walaupun pada waktu yang menurut aku kurang tepat.
***
Lalu sekarang masih patutkah aku berduka karena masa pinjam-mu sudah habis? Masih patutkah aku melenguh dan melipir bergelung sedih di pojok ruangan? Meratapi dan melepas kamu yang memang bukan sesuatu yang harus aku pertahankan? Karena tidak mungkin seseorang mempertahankan sesuatu yang jelas-jelas bukan milikknya. 
***
Kita punya amunisi yang hebat dalam setiap percakapan. Kamu mungkin tidak menyadarinya. Amunisi itu merupakan sesuatu yang meledak-ledakkan dialog kita menjadi sesuatu yang seru, selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan. Amunisi itu memberikan percikan-percikan yang mampu menghangatkan sudut-sudut kekeringan di relung jiwa kita. Tahukah kamu apa amunisi itu? Amunisi itu bernama: Rindu.
***
Aku rindu percakapan-percakapan kita. Selalu rindu. Aku rindu pertemuan kita yang hanya enam kali itu. Hanya enam kali dalam tiga tahun terakhir ini.
***
Belum genap satu bulan. Waktu itu 16 Maret dan sekarang baru 13 April, tapi rasanya sudah berbulan-bulan tak bercakap-cakap denganmu, ya. Tapi kurasa aku bisa melewatinya. Ya aku harus bisa. Waktu kan yang menyembuhkan segalanya? Cuma waktu juga yang membuat segala yang terlihat tak mungkin menjadi mungkin. Iya, aku cuma perlu waktu sedikit lagi. Sedikit saja.
***
Sekarang, pada siapa lagi aku bisa bercerita tentang hujan?
Pesan itu aku kirimkan padamu tiga hari yang lalu. Lalu aku ganti sim-card ku. Aku tak tahu apakah kamu membalasnya atau tidak. Kamu memang tak perlu membalasnya. Kamu hanya perlu tahu bahwa tak ada pendengar yang sebaik kamu. Kamu juga harus tahu bahwa celotehan-celotehan aku yang terkadang aneh atau tak lazim, menurutmu sangat menarik. Itu setidaknya menurutku. Kenapa aku tahu menurutmu itu menarik? Karena kamu selalu menanggapi dengan serius, tak jarang besok-besok kamu sengaja googling apa saja yang baru aku utarakan, lalu besok-besok itu, kamu membahas lagi dan aku hanya bisa tertawa gembira mendapatkan partner diskusi yang akhirnya bisa juga bisa membahas hal-hal aneh atau tak lazim-ku.
***
Aku kehilangan kamu. Kehilangan yang teramat sangat
***
Kalau saat ini kamu masih mau berbicara denganku, membahas kenapa aku tiba-tiba memutuskan menghilang dari kehidupanmu, itupun kalau kamu masih mau mendengarkan, aku ingin bicara banyak sekali.
Kamu tahu, entah kenapa aku selalu merasa bahwa kamu baik-baik saja dengan keadaan sekarang, tapi tidak denganku. Kamu masih suka ingat aku, namun lalu kamu merasa sudahlah, tak perlu dipikirkan.
Kamu pun diam-diam merindukan percakapan-percakapan seru kita. Aku merasakannya. Namun, kamu pun merasa  tak perlu pusing-pusing memikirkan aku yang sudah sangat sering menghilang darimu. Lalu muncul lagi suatu hari.
Dan entah kenapa, aku merasa kamu sudah punya “seseorang” yang lain, tapi aku tahu tetap tak ada yang se-absurd aku, kan? Kamu hanya merasakan kehilangan obrolan yang menarik, bukan sosok aku.
Dan aku percaya intuisi ini. Aku percaya apa yang kurasakan ini, sama persis dengan yang kamu rasakan detik ini.
***
Jadi kurasa, semuanya sudah selesai sampai titik ini. Kamu hanya akan menjadi kenangan. Kamu hanya akan menjadi tokoh dalam cerpen-ku kali ini.
***
Aku rasa, sudah saatnya kita mencoba memperbaiki hubungan yang memang semestinya. Aku aka kembali pada ‘dia’, lelaki yang mempersunting aku lima tahun lalu. Lelaki yang kusebut suami. Dan semoga tanpa aku, kamu pun bisa mempunyai hubungan yang lebih baik dengan istrimu.  
***
Karena baru-baru ini aku membaca sebuah kutipan dari penulis favorit aku. Dia bilang:  Cinta itu sederhana. Jika rumit, itu bukan cinta. Cinta itu tak pernah salah, jika salah itu tentu bukan cinta. As simple as that.
Dan yang terjadi pada kita, nyata-nyata bahwa cinta kita tidak pernah bisa menjadi sederhana dan memang rumit. Cinta kita juga salah. Jadi, aku pikir yang terjadi antara aku dan kamu bukanlah cinta yang sesungguhnya. Itu kesimpulanku, semoga kamu paham.
***
Kamar.
25 Mei 2014
01:04

0 komentar:

Posting Komentar