Pages

Minggu, 25 Mei 2014

"hasil bbm-an sama teman"



Hasil BBM-an sama seorang teman:
(Setelah si teman update status BBM nya dengan: “Ya Allah…tolong Hamba..”, saya mencoba bertanya ada apa. Kalau-kalau ada hal yang perlu saya bantu.)
Saya: Kenapa, Ceu? Statusnya.
Teman: hehe, Engga apa-apa. Pengen cepet kaya.
Saya: hehehe. Aamiin.
***
Percakapan itu memang hanya berhenti disana namun pikiran saya setelahnya tak bisa behenti. Ada hal yang membuat saya terpaku beberapa detik tentang apa yang disebut kaya raya, berkecukupan dan merasa cukup.
Saya sekarang adalah seorang istri yang sudah tidak bekerja kantoran dengan gaji bulanan. Sekarang saya hanya memberi kursus private Bahasa Inggris dan itupun hanya satu kelas, katakanlah. Otomatis banyak hal yang berbeda dari kehidupan saya sejak empat tahun lalu (Mei ini 5 tahun, tepatnya) baik dari segi keuangan dan penghasilan maupun kegiatan saya sekarang. Walaupun saya masih mendapatkan honor mengajar, tidak sepenuhnya tanpa penghasilan sama sekali yang jumlahnya bisa dibilang hanya sekitar 25% dari gaji bulanan yang biasa saya terima, namun Alhamdulillah saya merasa cukup.  
Alhamdulillah tawaran mengajar mengalir. Sebenarnya saya masih bisa mengajar beberapa kelas lagi dan bisa juga berpenghasilan sama dengan bekerja di kantor, namun setelah diskusi dengan suami, saya pun mengurungkan niat. Saya pun terpaksa menolak dengan halus tawaran-tawaran tersebut.
***
                Well, kembali lagi ah ke tiga hal yang menari-nari di pikiran saya, kaya raya, berkecukupan dan merasa cukup tadi ya. Menurut saya, tiga hal tersebut adalah sesuatu hal yang saling berkaitan, yaitu hasil dari paradigma atau cara pandang saya. Ketika saya merasa kekurangan uang, ingin ini-itu tapi belum punya uang untuk memebelinya, otomatis saya merasa tidak kaya raya, bukan? Saya merasa ingin seperti orang lain yang bisa punya ini-itu tadi. Namun, ketika saya mencoba membalikkan paradigma berpikir saya bahwa saya masih sangat beruntung, punya tempat tinggal yang nyaman, ada kendaraan yang walaupun sederhana tetapi masih bisa mengantar suami mencari nafkah serta mengantar kami berjalan-jalan, ada makanan yang selalu terhidang di meja makan walaupun tidak selalu daging mahal, banyak hal lain yang tentunya saya akan merasa berkecukupan ketika saya membandingkan dengan teman-teman lain yang belum tentu mempunyai hal tersebut. Alhamdulillah. Saya pun ternyata berkecukupan. Malah lebih berkecukupan.
                Hati ini otomatis akan membuat saya selalu merasa cukup, berterimakasih dan bersyukur terhadap apa-apa yang telah suami saya berikan. Ah, rasanya semua yang telah suami berikan berapapun, apapun belum tentu saya mampu mebalasnya ketika ada keikhlasan di setiap peluh dan doa-doa nya.
                Saya ingin selalu menjadi istri yang mempunyai sifat Qanaah, selalu merasa cukup. Saya tidak ingin membebankan suami saya dengan hal-hal yang bersifat materi. Jika ingin sesuatu, saya ingin belajar dengan menabung terlebih dahulu. Mempunyai kebijakan untuk membedakan apa yang disebut dengan kebutuhan dan keinginan.
                Namun ini bukan berarti saya dan suami tidak mempunyai mimpi, cita-cita serta keinginan. Manusiawi ketika kita menginginkan sesuatu namun tanpa melupakan dan tetap bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki dan saya sekarang kurang menyukai kata: “kaya raya”. Saya lebih menyukai kata “kebahagiaan.” Menurut saya maknanya sama, dua-duanya bermakna relatif dan tiap orang berbeda-beda, namun yang pertama terdengar terlalu duniawi J *ini pendapat saya loh.
***
               

0 komentar:

Posting Komentar