Rahim by Fahd Djibran
Namaku Dakka Madakka dari Ura. Jenis
pekerjaanku: Pengabar berita dari Alam Rahim.
Asal kau tahu, ada kehidupan unik di di dalam
rahim seorang ibu yang mengandung. Kehidupan yang bahkan lebih nyaman dan lebih
menyenangkan daripada kehidupanmu di dunia. Kau memang tak mungkin
mengingatnya. Sebab sebelum bayi-bayi dilahirkan ke dunia, mereka harus
melewati terowongan Vaghana yang dipenuhi cairan kental yang membuat seluruh
ingatanmu terhapus. Kau tak akan ingat lagi apa yang terjadi di Alam Rahim.
Apapun yang pernah kau alami dan lewati disana.
Pada dasarnya aku orang biasa sepertimu.
Seseorang yang memiliki ayah dan ibu. Memiliki keluarga dan tempat tinggal.
Bedanya, aku utusan khusus. Aku berhasil melewati terowongan Vaghana tanpa
lupa. Sebab, sebelum melewati terowongan itu, kerajaan sudah memberiku ramuan
khusus penangkal cairan lupa yang berada di sekitar terowongan Vaghana.
Dan kini, disinilah aku, membawa tugas khusus
yang mulia untuk mengembalikan kepercayaan dan sakralitas Alam Rahim di mata
manusia.
***
Lewat buku ini Fahd Djibran mengajak kita
untuk menyelami lebih dalam tentang kehidupan di dalam Rahim. Bahwa 9 bulan
didalam Rahim, banyak hal yang terjadi. Bukan hanya mengenai perkembangan
fisiologis semata dari sebuah fetus menjadi manusia sempurna. Pengetahuan
ilmiah maupun spiritual tentang terciptanya mahluk hidup, dipaparkan sangat
menarik oleh Fahd Djibran.
Dalam alam rahim, sang bayi bermimpi
bertemu tokoh-tokoh. Penokohan yang tersaji sangat menarik. Melalui tokoh-tokoh tersebut pula muncul
beberapa “ungkapan” bijak yang menohok namun tak bermaksud menggurui.
“Jangan
buang-buang waktu. Jangan boros terhadap waktu. Kau tahu, bahkan Raja Semesta
bersumpah demi waktu. Jangan Sampai kau tak menghargainya. Tak menghargai waktu
sama saja dengan tak menghargai Raja Semesta.”
–Profesor Waktu-
“Rahim” merupakan karya kedua dari
Fahd Djibran yang saya baca setelah “Yang Galau yang Meracau”. Saya selalu suka
gaya penuturan Fahd Djibran yang meletup-letup dan tidak biasa. Daya imajinasi
sebagai pembukus pesan-pesan selalu tersemat dalam Novel-Novel Fahd Djibran.
Menikmati “Rahim” memberikan sesuatu amunisi
untuk merenung kembali mengenai si empunya rahim itu sendiri, Ibu. Bagaimana
pengorbanan Ibu saat rahimnya “dipinjam” sebagai tempat tinggal kita selama 9
bulan lamanya. Kadang, kita terlupa bahwa kita, sebagai anak, telah
“merepotkan” ibu sejak kita didalam perut. Baik atau buruk, Ibu tetaplah Ibu.
Wanita yang seharusnya kita junjung kehormatannya, kita cintai dan hargai
sepenuh hati. “Bila
kau sudah lama tak menemuinya. Pulanglah. Duduklah dihadapannya. Dekatkanlah
lututmu dengan lututnya. Letakan telapak tanganmu di paha-paha sucinya. Lalu
tataplah matanya dalam-dalam… Reguklah kesyahduan kasih sayangnya… Rasakanlah
hingga merasuk ke dalam hatimu, jauh lebih dalam, jauh lebih dalam…
…
sebelum dia pergi untuk selama-lamanya.”
***
Cerita-cerita pembuka sebelum ke dalam inti
cerita tentang pemaparan “Alam Rahim” turut membuat saya merenung, bahwa beberapa
pasangan di luar sana ada yang masih tidak mengharapkan kehadiran bayi dalam
hidup mereka, pun ada pasangan yang sangat merindukan kehadiran sang bayi.
That’s life. Selalu penuh keberagaman cara pandang.
Namun, inti dari perjalanan rahim ini
sangatlah patut untuk kita ketahui, banyak kata yang sukses menampar saya
berkali-kali. Betapa saya, sebagai seorang perempuan mempunyai tugas yang cukup
berat dalam mendidik seorang anak sejak dalam Alam rahim namun pasti
membahagiakan dan membanggakan sebagai seorang ibu kelak.
Selamat ya, Fahd Djibran atas karya
nya yang sangat saya kagumi ini. 4 bintang pantas saya sematkan pada novel
Rahim ini.
Berikut kalimat-kalimat yang mampu menarik
perhatian saya;
“Pada mulanya segala sesuatu adalah niat. Semacam benih yang tumbuh dari dalam hatimu. Pada saat
seseorang berniat melakukan hal yang baik dan berniat menjauhi hal yang buruk;
itu sudah satu kebaikan. Pada saat mereka membiarkan menimbang niat itu dengan
kebebasan yang mereka miliki menggunakan akal pikiran mereka, perasan mereka,
dan seterusnya kemudian tahu dan mengerti bahwa yang baik itu baik dan yang
buruk itu buruk; itu dua kebaikan. Dan pada saat mereka melakukannya,
mengerjakan hal yang baik dan menolak hal yang buruk; itu kebaikan yang bahkan
lebih besar daripada seisi semesta!”
–Mahavatara-
Masih banyak kata-kata ajaib yang tak
kalah menarik dalam novel ini. Sila temukan sendiri. Happy Reading ^^
0 komentar:
Posting Komentar