Pages

Kamis, 15 Januari 2015

Tulisan: Tentang Bodoh dan Pintar



Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree it will live it’s whole life believing that it is stupid
~ Albert Einstein~
Make Things Better Together:
Membuka Paradigma Baru Tentang Definisi Bodoh Dan Pintar

Saya seolah tersihir dengan kata-kata pada buku yang baru saja saya baca. Banyak hal berseliweran di kepala. Salah satu diantaranya adalah dua tahun yang lalu seorang teman pernah menganggap saya bodoh hanya karena kemampuan berhitung saya yang buruk. Well, saya tersinggung dan sempat berpikir beberapa menit setelah kejadian menyebalkan itu, bertanya pada diri saya: “Apakah saya memang sebodoh itu ya?”.
Saya memang tidak pandai berhitung namun saya cukup menguasai bidang saya, Bahasa Inggris. Saya lulus kuliah Bahasa Inggris S1, tepat 4 tahun dengan Indeks Prestasi Kumulatif sangat memuaskan, apakah saya tetap dikatakan bodoh?

Hari-hari pun berlalu, saya tetap di cap tidak becus menghitung oleh beberapa teman tetapi saya semakin yakin bahwa saya punya kemampuan lain selain menghitung. Pasti ada kelebihan yang kita miliki namun mungkin kita belum menemukannya. Saya pegang prinsip saya itu erat-erat. Dan ternyata prinsip saya itu benar. 

Suatu hari, si pengolok itu datang ke meja saya dan berkata: “Nay, tolong buatin surat pengajuan dong. Aku tuh paling gak bisa bikin-bikin begituan. Kamu kan jago kalo nulis-nulis. Bikinin ya.” Voila! Si pengolok yang jago menghitung meminta bantuan menulis pada orang yang dianggap bodoh. Ups ralat; bodoh versi dia karena dia berpikir seseorang disebut pintar jika jago matematika. I’ve got point here. Itulah sekelumit kejadian yang mungkin saja tanpa kita sadari, kita pernah melakukannnya. Mencap seseorang bodoh hanya karena ia tidak menguasai suatu bidang. 

Hingga buku yang berjudul “Orang Tuanya Manusia” tulisan Bapak Munif Chatib hinggap di tangan saya dan menyadarkan saya akan makna cerdas. Buku itu mengupas serta memperkenalkan mengenai Multiple Intelegences dan semakin merubah paradigma saya tentang apa itu kecerdasan, membuka sudut pandang baru bagi yang belum mengenal dan belum sempat berpikir luas apa itu cerdas. 

Saya ingin sekali sedikit berbagi tentang buku itu pada Ibu-Ibu di daerah orang tua saya yang notabene masih berpikir bahawa anak pintar itu ranking satu. Buku raport itu segalanya. Buku raport memang bisa dijadikan parameter keberhasilan selama mengikuti proses belajar-mengajar tapi bukan berarti itu lantas jadi tolak ukur untuk mengetahui apakah seoarang anak pintar atau bodoh. Sungguh saya tidak setuju. Hentikan kebiasaan salah, yaitu menilai keberhasilan dan kecerdasan anak kita HANYA dari angka*. Saya yakin dari langkah kecil saya ini akan ada pemahaman-pemahaman baru bahwa setiap anak mempunyai harta karun.
Bagi saya, harta karun itu adalah sesuatu yang sangat berharga namun tertimbun, jauh melesak dibawah tanah dan diperlukan usaha yang cukup besar untuk menemukannya. Yang perlu kita lakukan adalah keyakinan bahwa memang di bawah sana terdapat harta karun yang berharga itu lalu kita pun berusaha untuk mencarinya. Harta karun tersebut antara lain; kemampuan afektif kemampuan psikomotorik dan kemampuan kognitif. 

Tokoh Pendidikan dan Psikologi terkenal Howard Garner mengemukakan teori tentang kecerdasan majemuk dengan keyakinan bahwa semua anak memiliki kelebihan. Dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind: Teori Multiple Intelegences, Howard Gardner menyatakan ada 9 jenis kecerdasan itu antara lain: Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematika-logis, Kecerdasan Visual-Spasial, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Kinestetis, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis dan Kecerdasan Eksistensial.  

Semakin banyak orang yang menyadari bahwa setiap diri kita itu pintar, tentu akan muncul lebih banyak keberagaman. Akan ada banyak penari-penari profesional yang akan menggaungkan kebudayaan Indonesia di seluruh penjuru dunia, akan ada banyak atlet-atlet profesional yang lebih dihargai karena kemampuan kinestetik nya, akan ada banyak penulis-penulis yang tentu saja lebih dihargai dan tak sekedar di lirik sebelah mata, akan lebih banyak para peneliti-peneliti profesional yang dengan kecerdasan naturalis nya memperkenalkan akan tumbuh-tumbuhan kaya manfaat pada kita atau juga memperkenalkan fauna luar biasa yang dimiliki Indonesia dan lain sebagainya. 

Jika memang anak terlahir menyukai pelajaran berhitung dan berkilau di kelas, tentulah berarti anak tersebut cerdas matematika-logis. Itupun suatu saat akan membuat Indonesia bangga karena dapat menjadi ilmuwan-ilmuwan baru, calon-calon the next Habibie.
Saya yakin, pasti sudah banyak orang-orang yang juga berpikiran sama dengan saya akan hal ini, namun saya memerlukan lebih dan lebih banyak lagi orang untuk lebih mengenal 9 kecerdasan potensial, terutama para orang tua. Mungkin beberapa sudah terlanjur memasukkan anaknya les ini-itu agar nilai buku raport nya gemilang tanpa bertanya apakah si anak suka melakukannya atau tidak. Mungkin saja masih banyak orang tua yang lupa bertanya pada anak, kegiatan apa yang disukai oleh anak-anaknya dan terlalu memaksakan impian orang tua itu sendiri. 

Saya ingin lebih banyak lagi orang yang menghargai kemampuan yang berbeda dan tidak lagi me-rasis-kan kecerdasan. Semua kecerdasan itu sederajat*. Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau yang lebih penting dari yang lainnya.*

Dan pada akhirnya, kita pun akan menyetujui kata-kata Virdha Dimas Eka pada bukunya “Make your Dreams Come True” akan makna kesuksesan:
“Kesuksesan itu bukan apa yang orang lain rasakan, tetapi apa yang Anda rasakan sendiri. Hidup dan kesuksesan Anda adalah milik Anda sendiri. Tidak ada yang berhak menentukan bagaimana seharusnya Anda sukses. Buat apa Anda dipandang sukses oleh orang lain, tetapi Anda sendiri tidak bangga akan pencapaian Anda. Ini namanya membohongi diri sendiri”  (halaman16).
Yup, I do agree. Jadilah sukses versi diri kita sendiri dengan segenap potensi dan kecerdasan yang kita miliki. Bahkan jika kita menggeluti suatu profesi yang tidak banyak dilakukan orang. Dare to be different.

Saya sedang merancang satu konsep acara bedah buku ringan tentang buku”Orangtuanya Manusia” untuk diadakan di beberapa sekolah-sekolah dan Panti Asuhan yang mungkin belum tersentuh oleh buku ini. Ah, itu keinginan yang rasa-rasanya tak akan mampu saya lakukan sendiri. Diperlukan lebih banyak tangan dan kaki yang dapat turut membantu saya. Itulah keinginan besar saya.

Saya ingin berjuang bersama-sama dengan siapapun yang mempunyai pemikiran dan pemahaman baru yang sama tentang definisi cerdas. Lebih memperkenalkan potensi-potensi yang ada dalam diri serta tidak pernah lagi ada yang mengatakan seseorang bodoh hanya karena tidak pandai berhitung seperti yang pernah saya alami. Like Einstein said, everybody is a genius.  Let’s make things better together.

~Naya

*) “Orang Tuanya Manusia”, Karya Munif Chatib

0 komentar:

Posting Komentar