Everybody
is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree it will
live it’s whole life believing that it is stupid
~
Albert Einstein~
Make
Things Better Together:
Membuka
Paradigma Baru Tentang Definisi Bodoh Dan Pintar
Saya seolah tersihir
dengan kata-kata pada buku yang baru saja saya baca. Banyak hal berseliweran di
kepala. Salah satu diantaranya adalah dua tahun yang lalu seorang teman pernah
menganggap saya bodoh hanya karena kemampuan berhitung saya yang buruk. Well, saya tersinggung dan sempat
berpikir beberapa menit setelah kejadian menyebalkan itu, bertanya pada diri
saya: “Apakah saya memang sebodoh itu
ya?”.
Saya memang
tidak pandai berhitung namun saya cukup menguasai bidang saya, Bahasa Inggris.
Saya lulus kuliah Bahasa Inggris S1, tepat 4 tahun dengan Indeks Prestasi
Kumulatif sangat memuaskan, apakah saya tetap dikatakan bodoh?
Hari-hari pun
berlalu, saya tetap di cap tidak becus menghitung oleh beberapa teman tetapi
saya semakin yakin bahwa saya punya kemampuan lain selain menghitung. Pasti ada
kelebihan yang kita miliki namun mungkin kita belum menemukannya. Saya pegang
prinsip saya itu erat-erat. Dan ternyata prinsip saya itu benar.
Suatu hari, si
pengolok itu datang ke meja saya dan berkata: “Nay, tolong buatin surat pengajuan dong. Aku tuh paling gak bisa
bikin-bikin begituan. Kamu kan jago kalo nulis-nulis. Bikinin ya.” Voila!
Si pengolok yang jago menghitung meminta bantuan menulis pada orang yang
dianggap bodoh. Ups ralat; bodoh versi dia karena dia berpikir seseorang
disebut pintar jika jago matematika. I’ve got point here. Itulah sekelumit
kejadian yang mungkin saja tanpa kita sadari, kita pernah melakukannnya. Mencap
seseorang bodoh hanya karena ia tidak menguasai suatu bidang.
Hingga buku yang
berjudul “Orang Tuanya Manusia” tulisan Bapak Munif Chatib hinggap di tangan
saya dan menyadarkan saya akan makna cerdas. Buku itu mengupas serta
memperkenalkan mengenai Multiple Intelegences dan semakin merubah paradigma saya
tentang apa itu kecerdasan, membuka sudut pandang baru bagi yang belum mengenal
dan belum sempat berpikir luas apa itu cerdas.
Saya ingin
sekali sedikit berbagi tentang buku itu pada Ibu-Ibu di daerah orang tua saya
yang notabene masih berpikir bahawa anak pintar itu ranking satu. Buku raport
itu segalanya. Buku raport memang bisa dijadikan parameter keberhasilan selama
mengikuti proses belajar-mengajar tapi bukan berarti itu lantas jadi tolak ukur
untuk mengetahui apakah seoarang anak pintar atau bodoh. Sungguh saya tidak
setuju. Hentikan kebiasaan salah, yaitu menilai keberhasilan dan kecerdasan
anak kita HANYA dari angka*. Saya yakin dari langkah kecil saya ini akan ada
pemahaman-pemahaman baru bahwa setiap anak mempunyai harta karun.
Bagi saya,
harta karun itu adalah sesuatu yang sangat berharga namun tertimbun, jauh
melesak dibawah tanah dan diperlukan usaha yang cukup besar untuk menemukannya.
Yang perlu kita lakukan adalah keyakinan bahwa memang di bawah sana terdapat
harta karun yang berharga itu lalu kita pun berusaha untuk mencarinya. Harta karun
tersebut antara lain; kemampuan afektif kemampuan psikomotorik dan kemampuan
kognitif.
Tokoh
Pendidikan dan Psikologi terkenal Howard Garner mengemukakan teori tentang
kecerdasan majemuk dengan keyakinan bahwa semua anak memiliki kelebihan. Dalam
bukunya yang berjudul Frames of Mind:
Teori Multiple Intelegences, Howard Gardner menyatakan ada 9 jenis
kecerdasan itu antara lain: Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan Matematika-logis,
Kecerdasan Visual-Spasial, Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Kinestetis, Kecerdasan
Interpersonal, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Naturalis dan Kecerdasan Eksistensial.
Semakin banyak
orang yang menyadari bahwa setiap diri kita itu pintar, tentu akan muncul lebih
banyak keberagaman. Akan ada banyak penari-penari profesional yang akan
menggaungkan kebudayaan Indonesia di seluruh penjuru dunia, akan ada banyak
atlet-atlet profesional yang lebih dihargai karena kemampuan kinestetik nya,
akan ada banyak penulis-penulis yang tentu saja lebih dihargai dan tak sekedar
di lirik sebelah mata, akan lebih banyak para peneliti-peneliti profesional
yang dengan kecerdasan naturalis nya memperkenalkan akan tumbuh-tumbuhan kaya
manfaat pada kita atau juga memperkenalkan fauna luar biasa yang dimiliki
Indonesia dan lain sebagainya.
Jika memang
anak terlahir menyukai pelajaran berhitung dan berkilau di kelas, tentulah
berarti anak tersebut cerdas matematika-logis. Itupun suatu saat akan membuat
Indonesia bangga karena dapat menjadi ilmuwan-ilmuwan baru, calon-calon the next Habibie.
Saya yakin,
pasti sudah banyak orang-orang yang juga berpikiran sama dengan saya akan hal
ini, namun saya memerlukan lebih dan lebih banyak lagi orang untuk lebih
mengenal 9 kecerdasan potensial, terutama para orang tua. Mungkin beberapa
sudah terlanjur memasukkan anaknya les ini-itu agar nilai buku raport nya
gemilang tanpa bertanya apakah si anak suka melakukannya atau tidak. Mungkin
saja masih banyak orang tua yang lupa bertanya pada anak, kegiatan apa yang
disukai oleh anak-anaknya dan terlalu memaksakan impian orang tua itu sendiri.
Saya ingin
lebih banyak lagi orang yang menghargai kemampuan yang berbeda dan tidak lagi me-rasis-kan kecerdasan. Semua
kecerdasan itu sederajat*. Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau yang lebih
penting dari yang lainnya.*
Dan pada akhirnya, kita pun akan menyetujui
kata-kata Virdha Dimas Eka pada bukunya “Make your Dreams Come True” akan makna
kesuksesan:
“Kesuksesan itu bukan apa yang orang
lain rasakan, tetapi apa yang Anda rasakan sendiri. Hidup dan kesuksesan Anda
adalah milik Anda sendiri. Tidak ada yang berhak menentukan bagaimana
seharusnya Anda sukses. Buat apa Anda dipandang sukses oleh orang lain, tetapi
Anda sendiri tidak bangga akan pencapaian Anda. Ini namanya membohongi diri
sendiri” (halaman16).
Yup, I do agree. Jadilah sukses versi diri kita sendiri dengan
segenap potensi dan kecerdasan yang kita miliki. Bahkan jika kita menggeluti
suatu profesi yang tidak banyak dilakukan orang. Dare to be different.
Saya sedang
merancang satu konsep acara bedah buku ringan tentang buku”Orangtuanya Manusia”
untuk diadakan di beberapa sekolah-sekolah dan Panti Asuhan yang mungkin belum
tersentuh oleh buku ini. Ah, itu keinginan yang rasa-rasanya tak akan mampu
saya lakukan sendiri. Diperlukan lebih banyak tangan dan kaki yang dapat turut
membantu saya. Itulah keinginan besar saya.
Saya ingin
berjuang bersama-sama dengan siapapun yang mempunyai pemikiran dan pemahaman
baru yang sama tentang definisi cerdas. Lebih memperkenalkan potensi-potensi
yang ada dalam diri serta tidak pernah lagi ada yang mengatakan seseorang bodoh
hanya karena tidak pandai berhitung seperti yang pernah saya alami. Like Einstein said, everybody is a genius. Let’s make things better together.
~Naya
0 komentar:
Posting Komentar