Pages

Rabu, 22 Juni 2016

Poor Kabayan.

#30harimenulis 2016
Tema hari ke-23: menulis cerita komedi/ action

Tau dong kisah-kasih Kabayan dan Iteung?

Kemaren, Kabayan curhat ke saya, kalau dia lagi bingung. Karena kekasih belahan jiwanya, Iteung, berubah drastis.

"Ada apa dengan si Cinta yah?"
begitu pertanyaan yang dia lontarkan pada saya. Ingin rasanya kubilang: "Meneketehe." Tapi kok rasanya seperti manusia tanpa kepala. Eh tanpa perasaan.
Lalu seperti konselor-konselor profesional, saya mendengarkan curhatnya dengan penuh perhatian. Ditambah menggali-gali perasaan terdalam Kabayan secara mendalam. Biar Kabayan lega.

"Pokoknya berubah pisan (=sangat) lah. Biasanya suka nganterin nasi rantang kalau saya di sawah, ini engga ada."

Saya manggut-manggut. Kabayan melanjutkan.

"Tiba-tiba iteung bilang mau cancel nikah. Saya frustasi, Nay. Ingin rasanya saya bunuh kucing tetangga saya saja. Da bunuh diri mah dosa besar yang gak diampuni."

Saya masih manggut-mamggut dan pengen nanya juga sih: "Menurut lo, emang bunuh binatang gak dosa?" Tapi saya urungkan karena takut kabayan nambah pikirannya. Nanti aja kalau dia udah tenang, saya pasti bilang kalau bunuh binatang juga dosa tau.

Tiba-tiba kabayan sesegukan nangis. Ah pria manapun kalau lagi rapuh mah ya sama aja yah. Mukanya keliatan lebih jelek, gitu. Aura kharisma kabayan yang biasanya waw, ini melempem seperti anak ayam kehilangan induknya.

"Tapi iteung mau jadi nikahnya kalau saya jual tanah warisan." Ucap kabayan lirih. Lemes. Down.

"APAAA? kok Iteung jadi matre? bukannya Iteung pernah bilang kalau cintanya sama kamu bisa ngalahin apapun. Termasuk ngalahin abahnya yang suka jodohin dia sama horangkayah." Saya keceplosan. Gatel untuk enggak komentar.

"Huwaaaaa." Si kabayan mewek nya makin kenceng deh. Aduh salah gue.

"Menangislah kalau itu menenangkanmu, Kab." Kata aku sok bijak. Terus aku lanjutin menggali-gali biar Kabayan makin all out.

"Dia cerita gak, buat apa sih uangnya kalau kamu udah jual tanah warisan itu?"

Kabayan ngangguk.
"Iteung pengen beli hp termahal yg bisa fotonya jadi cembung-cembung gituh siga lauk (=kayak ikan)."

"Trus iteung pengen nikah pesta kebun biar bisa posting di instagram dan di likes ribuan orang."

"Iteung pengen oplas jadi nambah cantik biar followernya juga nambah banyak."

"Iteung pengen selalu check-in di akun path. Check-in di cafe-cafe ngehitz dan moto secangkir kopi biar kekinian."
jawab kabayan masih sambil sesegukan.

What the h***?????? Demi Einstein yang kinerja otak kanan dan kirinya amat seimbang ngalahin harmonisasi musik klasik, demi Afgan yang katanya jadian sama Rossa.

It's so UNBELIEVEABLE! Seorang Iteung yang saya kagumi kepolosannya bisa berubah 180°?

hmmm. Okay. People change, don't they?

Lagi sibuk menata diri mendengar hal miris ini, Kabayan bertanya dengan sangat innocent.

"Oh iya. Oplas teh apa, Nay?"

Duenggggg. Poor Kabayan.

"Operasi plastik, Kab." Kata saya sok-cool. Atulah si Iteung pengen di oplas segala.

"Naonna nu di operasi (=apanya yang dioperasi?). Kabayan terlonjak dari tempat duduknya kayak di film-film komedi.

"Ya mukanya mungkin. Biar kayak artis korea mungkiiiiin." Ujarku gemas.

"IH. PAKAI PLASTIK? SIGA (=kayak) EMBER ATUH?" Itu pertanyaan terakhir dari kabayan untuk hari ini. Dan lalu kabayan pingsan seketika.

***
Dan pagi ini kudengar kabar bahwa kabayan lebih milih untuk membatalkan rencana pernikahannya daripada nikah tapi bukan dengan iteung yang dulu lagi.

Dan sms pagi ini dari kabayan:

"Teu jadi ah nikahna (=gajadi ah nikahnya) Soalnya sayah gak suka berfoto selpi. Iteung lieur (=pusing sm iteung), dikit-dikit nyelpi.
Saya bilang gini ke dia. Jig (=sana) ajah kamu minta dinikahin sama Ridwan Kamil misalnya. Dia kan hobi nyelpih."

WOW. Tindakan yang prinsipil.

Lalu saya balas.
"Ya uda kalau itu keputusan kamu, Kab. Aku dukung. Tenang lah masih banyak yang lebih baik dari Iteung :)" #klise

Lalu dia balas
"Kamu mau gak sama si Kabayan ini, Nay?"

&$&/*^% £=€_$€$_÷_##

Sekian.

Pesan moral:
hati2 kalau dicurhatin lawan jenis.

Selasa, 21 Juni 2016

Rumor? Iyuh.

#30harimenulis 2016
Tema hari ke-24: hal yang kamu benci

Ini nih yang belum apa-apa udah nyesek aja bawaannya. Benci sama hal-hal yang berbau rumor.

Sebelumnya, saya mohon maaf kalau ada pihak yang tersinggung. Tanpa bermaksud me-generalisir satu profesi tertentu. Hapunten sadaya kalepatan ah.

Saya bukan orang dengan latar belakang komunikasi. Ini murni opini saya dalam menyikapi satu kisah yang tentu saja berhubungan dangan wartawan.

Wartawan itu apa sih? Orang yang mewartakan sesuatu kan? Yang memberitakan satu kejadian pada khalayak. Sebagai profesi tentu ada kode etiknya. Dan lagi, saya gak paham tentang ini. 

Namun tahukah sekarang, jaman media sosial dengan mudahnya diakses, semua orang tiba-tiba jadi wartawan tanpa ilmu. Tinggal klik "share" menyebarlah satu berita yang kadang kita sendiri belum tahu kebenarannya seperti apa.

Itu menyebalkan, tau.

Dan hati saya tambah tersayat-sayat membaca postingan seorang ibu yang setelah kehilangan anaknya, sangat amat dirugikan dengan pemberitaan share seenak udel itu. Berita yang gak bener dan sangat penuh penghakiman tanpa ada konfirmasi akurat dari narasumber. I really hate that.

Bisa yah mengangkat berita hanya berdasarkan opini pribadi dengan label wartawan a, wartawan b? Lalu ada hati yang diremukkan di satu tempat karena pemberitaan tersebut TIDAK BENAR! Opini publik kadungb terbentuk karena pemberitaan tak bertanggungjawab itu. Lagi, saya harus mengatakan, I really hate it.

Pernah denger suatu ceramah di salah satu stasiun televisi tentang mengapa begitu cepatnya berita buruk tersebar. Tahu kenapa? Karena berita buruk punya banyak "PR, Humas dan wartawan"yang banyak. Amat banyak. Siapa? Setan.

Iya, setan pesta dong saat tahu kita terbujuk rayuannya untuk menyebarkan berita yang masih abu-abu.

Please be wise untuk share hal-hal yang masih belum pasti. Biasakan dengan prinsip 'cutau' alias cukup tahu. Enggak usah repot-repot bilang-bilang kalau kita aja masih gak yakin.

Dan hati-hati menonton berita karena banyak pake bahasa provokatif. Menggiring opini.

Udalah sekarang kalau bukan narsum nya langsung yang lagi ngomong live, gak usah terlalu dipercaya. Abaikan.

Matikan TV lalu keluar rumah deh cari angin segar. Waktu terlalu berharga hanya untuk dipakai dengerin sesuatu yang kebenarannya belum tentu benar.

Senin, 20 Juni 2016

Si yummy dari Medan

#30harimenulis 2016
tema hari ke-21: Yang paling menarik dari sukumu.

Ada 'darah' Medan yang ikut nimbrung dari Opa saya. Pengen bahas itu aja. Dan btw, saya belum pernah ke Medan. Dan suatu hari nanti ingin mengunjungi tempat dimana lelaki yang amat saya kagumi itu tumbuh.

Medan itu pasti identik dengan suku batak. Coba buka lagi RPUL nya. Jiaahhh yang gak tau RPUL berarti engga ngerasain hits-hits di taun 90-an.

Medan itu gak selalu harus orang batak loh. Medan itu bisa melayu. Dan Opa saya yang melayu-nya kebetulan.

Mau cerita tentang makanannya aja boleh yah. Menurut asumsi ngasal saya, 90% orang melayu asal Medan suka sama duren. Buah yang mempunyai wangi tajam ini sangat banyak di Medan.

Mungkin ada yang enggak suka sama duren. enggak apa-apa juga. Tapi bagi kamu-kamu penyuka duren, belum sah suka nya kalau belum nyobain dodol duren Medan. Ih nikmat apalagi di kombinasikan dengan teh pahit.

Selain dodol, Medan punya makanan khas lainnya yang pasti banget ada di hari-hari besar, seperti lebaran. Makanan itu adalah kolak duren. Saya enggak tahu apa orang Melayu semua mengenal makanan ini? atau hanya beberapa gelintir saja? Entah. Yang jelas, kolak duren masuk budaya opa saya. hehe.

Nah jangan tanya gimana bikinnya karena saya seringnya kebetulan lagi enggak dirumah waktu mama masak itu :p eh udah tiba-tiba jadi aja.

Rasanya? yang jelas ya seperti berada di atmosfer lain pokoknya. Kolak duren dinikmati bareng ketan. Ketan nya disiram sama kuah kolak yang duren nya guguruntulan (=apa ya istilah bahasa Indonesia yang pas?) Sensasi kuah kolak yang kental menggelitik lidah dan memanjakan para penyuka duren. So delicious.

Kata mamah dirumahnya dulu, kalau gak ada kolak duren berarti bukan hari istimewa. Dan saya masih punya tanggungjawab moral belajar bikin kolak ini. Soalnya kalau mamah gak menurunkan resep dan cara bikinnya, bisa punah nih makanan khas nusantara ini. Gawat.

Kalau mudik ke Surabaya dulu (Oma-opa nikah dan lama tinggal di Surabaya), sehari sebelum lebaran, wangi kolak ini udah nempel-nempel di penjuru rumah. Opa bilang, cuma kolak ini yang bisa mengobati rasa kangen sama kampung dan masa kecilnya dulu.

Jadi kepikiran: harus menyelamatkan kenangan dari Opa. My root. The heritage. Sepertinya saya kudu belajar bikin kolak duren sekarang juga!

Humaira

#30harimenulis 2016
tema hari ke 22: Tulislah mengenai tokoh terkenal yang kamu kagumi.

"Menjadi seorang perempuan itu artinya berlatih kesabaran. Menjadi seorang perempuan adalah menenun tali hitam dan tali putih yang terikat pada malam dan pagi. Kewanitaan merupakan seni penciptaan."

(Aisyah, dalam Novel Aisyah oleh Sibel Eraslan)

Namanya Siti Aisyah binti Abu Bakar. Dia wanita yang pernah hadir di mimpi Rasulullah (apa rasanya yah hadir di mimpi manusia paling mulia di langit dan di bumi?) Sehingga Rasul pun menikahi Aisyah atas petunjuk Allah SWT.

Mengapa saya mengagumi beliau? karena ia sosok wanita cerdas. Entah apa jadinya jika Rasul tidak menikahi beliau karena lewat Aisyah-lah kita dapat mengetahui sekitar 2200 hadits. Luar biasa, bukan?

Beliau penyuka puisi dan sangat besar rasa keingintahuannya. Dengan usia yang sangat muda, Aisyah kecil sudah pandai banyak hal. Itu karena ia terlahir dari keluarga yang dididik untuk belajar, membaca, menghafal, menulis, menghitung, pengetahuan sejarah dan mengetahui adab berbicara sopan santun.

Rasul bahkan menyarankan kepada para sahabat khususnya para wanita untuk bertanya dan belajar darinya. Bertanya secara rinci sampai benar-benar paham merupakan sifatnya.

Hingga orang-orang bertanya padanya darimana Aisyah mendapatkan ilmu sebanyak itu? Dan jawabannya sangat indah: "Yang bertanya adalah bahasa dan yang memahami adalah hati."

Aisyah itu merupakan tokoh lambang ilmu pengetahuan.

Selain cerdas, Aisyah merupakan sosok yang bijaksana. Saat rombongan dari Umar meminta ijin untuk memakamkan jasad Umar disamping Rasul, Aisyah mengijinkan. Walau dengan begitu berarti ia tidak bisa dimakamkan di samping dua lelaki yang amat dicintainya Rasulullah dan Abu Bakar, ayahnya.

Beberapa ayat turun karena kemuliaannya. Bahkan ayat tentang tayamum turun saat semua orang mencari kalungnya yang hilang. Betapa Allah sangat memuliakannya. Dan Aisyah RA adalah perempuan yang mendapat salam dari malaikat Jibril :')

Selasa, 14 Juni 2016

Aku begini, kamu gimana?

#30harimenulis 2016

Tema hari ke 15
15 Juni - Menulislah tentang apa yang menjadi landasan hidupmu, agama, prinsip keadilan, kemanusiaan atau apapun. Silakan menulis dengan bebas namun tetap santun (no SARA).

Waw ini sih tentang konsep hidup. Dan setiap manusia yang berpikir memang harus lah punya standar dan nilai.

Katanya eh katanya, cuma ikan mati yang go with the flow. Ungkapan ini ada benarnya, kita pasrah setelah merancang dan berusaha yang terbaik yes. Bukan belum apa-apa ikut arus aja. Itu sih saya. Kalau kamu beda, it's okay koo.

Standar dan nilai yang saya pegang itu banyak yang terispirasi dari Abraham Maslow's charactheristics Self-Actualizing People.

Standar dan nilai ini bisa keep me on the track. Terus on the track supaya tujuan alias visi misi hidup tercapai. Tsaaaaaah.

Mari kita buat sederhana. Standar dan nilai hidup yang sudah saya konsep dan 'anut' beberapa tahun terakhir ini.

1. Biasakan bilang 3 magic words:
maaf, terimakasih dan tolong. Manner is everything atulah.

2. AVOID: gossip, menghakimi orang dan terlalu banyak nonton acara TV lokal yang... (isi sendiri titik2 nya :D)

3. Untuk urusan kebersihan rumah saya agak saklek dan galak. Hahaha.

4. Be punctual.
Si saya amat sangat jarang ngaret. Enggak lah. Saya juga kan enggak suka kalau janjian sama orang dan dia lebihnya 55 menit, misalnya. Apalagi si dia kalau pas datang2 tanpa say sorry. Huft.

5. Boleh banget belanjakan uang freely untuk 3 items ini aja: pengalaman, skill dan ilmu. Kalau yang lain2 harus pake acara nabung or pertimbangannya agak alot. Hahaha.

6. Jangan motong pembicaraan orang. Ini kadang yg agak-agak terlupakan bagi sebagian orang. Tapi ini mah buat saya basic nya the art of listening.

7. Yang ini lagi belajar terus. Belum mastering: accepting others as they are and not trying to change people.
Ya sapa juga saya kalau semua orang harus punya standar yang sama dengan saya? Saya gak tau kan detail hal apa saja yg pernah terjadi dalam hidup orang lain.

8. Comfortable with myself. Minimal saya selalu merapalkan mantra ini kalau lagi feel bad: "Sometimes, it's okay not to be okay, Nay. Senyumin ajah."

9. Last but not least, (always) upgrade myself with books. Buat saya, baca itu seperti saya butuh tidur atau makan. Essential!

Makasih buat admin ngasi tema ini. Kan jadinya saya tulis sebagai pengingat diri saya untuk terus bisa saya lakuin. Hihiwww.

Minggu, 12 Juni 2016

Unfinished story

#30harimenulis 2016
Tema hari ke-13: cerita horor

Ini hari ketiga dari kegiatan KKL-ku di Bali. KKL yang lebih mirip study tour. Pada KKL ini mahasiswa mengunjungi beberapa tempat wisata dan di perjalanan mempraktekan menjadi tour guide.

Kami menginap di penginapan daerah Nusa Dua. Sepertinya penginapan yang cukup luas ini hanya beroperasi jika ada rombongan.

Penginapan terdiri dari dua bagian. Bagian utara ditempati oleh para mahasiswa dan dosen pria, bagian selatan oleh para mahasiswi dan dosen wanita. Ditengah-tengahnya dibatasi oleh restaurant dan kolam renang. Serta ada dua pohon beringin besar yang bersarung.

Setiap malam, kami berkelompok (ber-empat, satu kamar terdiri dari empat orang) mengerjakan laporan harian yabg harus dikumpulkan esok paginya. Kami bahkan sering bergadang hingga pukul dua mengerjakan laporan. Boro-boro bisa menikmati suasana Bali yang kata orang eksotik.

Aku sekamar dengan Rosma, Puspa dan Tuge (yang memang asalnya dari Bali). Malam itu kondisi kami sudah cukup letih. Beberapa hari ini jadwal cukup padat dan energi badan amat terkuras.

Malam itu sekitar pukul sebelas, seperti biasa kami mengerjakan laporan. Rosma yang sedang di kamar mandi tiba-tiba berteriak.

"WOOI enggak lucu. Jangan maenin lampu."

Aku, Puspa dan Tuge yang sedang berkumpul memelototi laptop diatas kasur sontak saling berpandangan.

"PUSPA! Jangan bercanda ah." teriak Rosma lagi.

Belum sempat kami mengatakan apa-apa Rosma sudah keluar dari kamar mandi. Berlari. Masih menggunakan handuk.

"HUUUAAAAAA.." Ia menubruk kami diatas kasur.

"Ma, kenapa?" Tanyaku cemas

Muka Rosma pucat. Tiba-tiba ia menangis.

"Taa..kuut.."

"Tenang Ma, tenang." Ucap Tuge.

"Taa..di.. lampu kamar mandi mati-nyala-mati-nyala. Terus.. a..ku.. dengar suara Puspa menangis pelan. Terus... aku mencium wangi bunga yang menyengat."

Muka Puspa memucat.

"Ayok pindah kamar." Kata Rosma lagi.

"Mau pindah kemana? Tenang Ma. Tenang. Bu Iim bilang kita jangan panik. Kita enggak boleh heboh kalau ada kejadian ganjil. Nanti yang lain sugesti." Ucap Tuge menenangkan.

"Ya terusss? Telepon bu Iim sekarang! Takut guwe!" Rosma mulai histeris dan menangis lagi.

"Lagian.. kamu ngapain sih Ma, mandi malem-malem? Bu Iim cuek gitu pasti nanti dia cuma bilang; berdoa aja." Puspa sedikit nyolot.

Rosma hanya menangis.

"Ini kenapa jadi pada ribut? Udah. Udah kita tidur aja. Banyak berdoa." Kataku.

Rosma dan Puspa memutuskan minum antimo biar cepat terlelap. Kami urung meneruskan membuat laporan.  Karena semua lampu kami nyalakan, aku susah tidur. Aku tidur terbiasa gelap.

Tiba-tiba, dari arah kamar mandi aku mendengar suara shower menyala. Lalu sayup-sayup mendengar suara wanita berdendang lirih. Entah bahasa jawa. Entah bahasa Bali. Bernyanyi tercekat pedih. Aku menelan ludah. Melirik Tuge disamping. Ia belum tidur.

"Aku juga denger." Wajahnya sedikit pucat.

Aku menelungkupkan bantal ke mukaku. Berharap pagi datang lebih cepat.

"Aku mau minum antimo, Ge. Kamu mau?"

Tuge mengangguk pelan.

***

Keesokan harinya kami memutuskan merahasiakan kejadian semalam pada siapapun. Kami diomelin dosen pembimbing kelompok karena tidak menyelesaikan laporan.

Hari itu kami akan mengunjungi istana bekas peninggalan kerajaan Klungkung. Siang yang terik. Mahasiswa berpencar mencari data untuk laporan. Aku menyeret langkahku. Sejak kejadian semalam, badanku berat. Tuge disebalahku sedang menulis beberapa catatan di notes.

"Kenapa Nay?" Aku menggeleng.

"Ke museum nya yuk." Tuge menyambar tanganku setengah menyeret. Rosma dan Puspa mengikuti dari belakang. Saat akan memasuki ruangan museum, Tuge berhenti beberapa detik lalu mengucapkan salam dalam bahasa agamanya.

"Om swastiastu."

Saat memasuki ruangan yang luas, suasana dan aura dingin menyergap kami. Aku memegang tengkukku. Kami berjalan beriringan. Tampak foto-foto anggota kerajaan Klungkung sejak pertama didirikan. Ada satu foto yang menarik perhatianku. Kubaca keterangan foto dibawahnya.

Aku melirik sekali lagi foto tersebut. Seperti familiar dengan wajahnya. Seperti pernah melihat tapi dimana ya.

Tuge menyadarkan lamunanku.

"Yuk, Nay."

***

Malam kelima kami lebih siaga. Jangan ke kamar mandi lebih dari jam 10. Kalau ada yang ingin kebelet pipis, pintu kamar mandi dibuka. Semua lampu dinyalakan.

Kami masih mengerjakan laporan. Jam menunjukkan pukul 00.15. Tiba-tiba wangi bunga menggelitik hidungku. Aku terkesiap. Aku mencermati wajah teman-temanku satu-satu. Mereka tampak asyik menulis. Rupanya cuma aku saja yang mencium aroma bunga ini.

Eh. Eh Siapa itu? Ada bayangan di cermin. Wanita dengan rambut sepinggang. Ada bunga kamboja terselip ditelinganya. Aku menelan ludah. Cuma aku yang melihatnya. Bibirku seperti terkatup. Dan ia melihat ke arahku.

Tubuhku menggigil. Dingin tiba-tiba menyergap.

"Kamu mau apa?" Ucapku lantang tiba-tiba. Entah kenapa aku ingat kakekku yang pernah bilang untuk tidak takut pada mereka. Mereka sama seperti kita. Hanya berbeda alam.

Sontak Rosma, Puspa dan Tuge terlonjak kaget.

Aku masih menatapnya. Dia tersenyum.

"Kamu mirip anakku. Sini ikut aku."

Seketika ruangan gelap gulita.

***

Thirty

#30harimenulis 2016

Tema hari ke-12: usia terbaik

Tema ini cukup membuat saya merenung lama. Tiba-tiba seperti memutar film dimana saya menjadi pemeran utamanya. Hadoh ko mendadak serius sekali ya?

Usia 30.
Mungkin bisa saya katakan titik balik saya sebagai manusia. Walaupun hingga sekarang saya masih melakukan beberapa kesalahan yang enggak perlu *hiks* tapi saya sudah yakin mau diapain hidup saya.

Tahun lalu.
Tahun dimana saat saya membuat resolusi tahunan dan bertepatan dengan ulang tahun saya ke-30 yang jatuh pada bulan Januari. Resolusi utamanya adalah:
"Ingin terus (menyibukkan diri) tumbuh ke mana saja asal ke arah yang Allah suka."

Dan tahukah, setelah saya merapalkan resolusi nan mulia itu, ada beberapa tantangan yang Dia berikan. Sepertinya mengetes kesungguhan resolusi tersebut. Sungguh ketika kita berusaha ingin baik, ujian pasti akan datang. (QS 29:2)

Ujiannya apa? Banyak.
Jadi sekarang, ketika bercermin ke tahun lalu, saya merasa mendapat kesempatan kedua.

Bersyukur.
Bersyukur.
Bersyukur.

Jumat, 10 Juni 2016

Fa Mulan bukan Mulan Kwok!


#30harimenulis 2016

Tema hari ke-11: Karakter di film yang kamu banget

Mari kita mengenang salah satu film Disney yang selalu bikin saya terinspirasi pas nonton lagi dan lagi. Fa Mulan dalam film Mulan.

Dari nama aja rada-rada mirip. Wulan = Mulan. Hahaha maksa. Oke lanjut. Kenapa saya lebih milih Mulan untuk jadi karakter yang saya banget? Kenapa enggak Pocahontas yang disebelahnya yang juga ber-MBTI INFJ? Alasannya sederhana. Karena saya lupa cerita film Pocahontas. Hihihi.

Kalau inget-inget lagi cerita Mulan inti ceritanya adalah Mulan itu rela pura-pura jadi lelaki demi gantiin bapaknya yang harus berangkat ke medan peperangan pada jamannya. Nah, setiap rumah harus mengirimkan satu lelaki untuk berperang. Karena di rumah Mulan cuma bertiga, bapak, ibu dan Mulan, jadilah Mulan menggantikan bapaknya karena enggak tega bapaknya udah tua. White lie.

Mulan itu in my opinion seperti yang di gambar atas disebutkan: attentive, complex, intuitive, creative, sensitive (walaupun saya lebih suka kata ini diganti sensible tapi ketang saya suka sensitive kalau mau PMS. Hehe), kind and work for peace.


Mungkin salah satu hal pada diri saya yang Mulan-banget adalah saya itu ya sangat perhatian, kalau bisa merhatiin orang itu ya berasa bermanfaat gitu. That’s why saya seneng kerja di area yang people-oriented. Sejenis customer-oriented. Karena I do really care. Apa sih. Ya inti dari semuanya adalah saya senang memperlakukan orang seperti saya ingin diperlakukan. Gitu sih.

mungkin ini bisa menjelaskan segalanya :)
Balik lagi ke Mulan. Katanya Mulan intuitif dan kreatif. Hooh ini saya pisan. Saya banget. Intuitif itu kan sederhananya adalah enggak terlalu suka hal-hal semacam segala hal harus ada alasannya. Jadi listen to your gut feeling gitu.

Creative? I am. Mungkinkah karena kinerja otak saya itu lebih dominan otak kanan? Yap. Kadang ngerasa lebay. Tapi ternyata mungkin saya memang menyukai sesuatu yang berbau ‘love, love, love”. MBTI juga bilang kalau INFJ's hobbies include art, photoghrapy, writing, gardening, reading, music and theater. Mungkin karena hobi-hobi tersebut harus pake feeling banget kali ya.


Yang terakhirr kind and work for peace. *uhuk. Yang kind-thing mah harus di cek dan ricek ke orang lain atuh. Is Naya kind? Kalau work peace, iyah banget. Saya usahain banget lah buat enggak rusuh sama siapapun. Ngalah terus maksudnya? Mungkin iyah, mungkin enggak. Saya tipikal kalau ada yang enggak enak mending diskusi aja. Duduk bareng. Daripada memendam atau berprasangka.I love finding balance and harmony tipenya.

Ngomong-ngomong tentang perdamaian, insyaAllah kalau saya dititipi rejeki yang banyak, saya pengen jadi filantropis. Aamiin. Tapi again, kalau nunggu kaya banget dulu baru do something, emang dijamin keburu? We never know. Jadi sekarang ya lakuin yang bisa dilakuin aja dulu. Sharing is caring kalau kata guru saya :) ada project yang lagi saya kerjakan bareng beberapa anak-anak unyu. Doakan yes.

Hari ini postingannya banyak gambar. Biar agak beda gitu yah. Last but not least Mulan itu memang mirip saya. Kalau saya jadi Mulan, kemungkinan besar saya akan melakukan hal yang sama. 

Foto terkahir untuk postingan kali ini. Biar bisa lebih menjelaskan who mulan is. Eh who naya is. Parapapaaap.







Kamis, 09 Juni 2016

Lelaki bersorot mata teduh



#30harimenulis 2016
Tema: Cerita dengan latar tahun 1940-1945

LELAKI BERSOROT MATA TEDUH

Minggu lalu ada peristiwa menggemparkan di daerahku. Bapak-bapak yang baru pulang sholat isya dari mesjid melihat sesosok wanita di jembatan. Jembatan yang hanya terhalang lima rumah dari rumahku. Desas desus mengatakan bahwa sosok perempuan itu hantu. Aku sih tak ambil pusing.

Kenapa sih harus takut sama hantu? Biasanya mereka hanya ingin didengarkan. Iya, aku kadang bisa melihat dan merasakan keberadaan mereka. Awalnya aku takut. Tapi lama-lama, aku sudah terbiasa.
 
 Setelah kejadian itu, suasana hening seperti tanpa penduduk setelah adzan magrib berkumandang.
“Mah… aku mau ke tukang photocopy depan yah.” Ujarku
“Sekarang? Mau ngapain?.”
“Iya mau beli kertas folio. Ada tugas.”
“Mau mama antar?”
“Enggak usah ah.”
“Yakin? Kamu enggak takut….”
“Hantu perempuan yang jadi trending topic? Enggak ah.”
“Ya sudah. Hati-hati.”

Saat akan melewati jembatan itu, bulu kudukku tiba-tiba berdiri. Aku terus berjalan. Dan aku mendengar suara perempuan yang sedang menangis. Aku berhenti. Kakiku seolah terpaku. Dan sekarang samar-samar, aku melihat perempuan duduk di jembatan. Memakai rok bunga-bunga peach model lama. Rambutnya sebahu, ikal. Aku masih terpaku.

“Kamu kenapa?” Dua kata itu berhasil meluncur dari bibirku. Aku iba melihat kesedihannya.
“Kamu melihat Pandu? Lelaki  bersorot mata teduh.” Aku menggeleng.
“Dia janji akan menemuiku lagi.” Ujarnya sambil terisak.
….                              
….
***
Namaku Kintan. Usiaku delapan belas tahun. Biasanya perempuan seusiaku sudah menikah. Bahkan ada yang sudah memiliki empat anak. Aku berbeda. Aku belum tahu apa rasanya jatuh cinta. Yang aku tahu ialah berita-berita di radio atau tentang film yang tengah diputar dan Dasima menjadi salah satu film yang sedang ramai diperbincangkan.

Badanku ringkih. Aku mudah terserang demam. Abah dan Emah seolah mengurungku karena tidak ingin aku sakit. Maka jadilah aku yang sehari-hari hanya dihabiskan di dalam rumah.

Di suatu hari yang panas, aku masih berdiam di dekat jendela. Mendengarkan radio dan melihat lalu-lalang orang. Kudengar suara pintu diketuk. Abah dan Emah sedang ke bale-bale. Aku mendekati pintu perlahan. Ragu -ragu. Kubuka pintu dan ada sesosok lelaki tinggi membelakangiku.
“Ya? Mencari siapa?”

Saat dia membalikkan tubuhnya, entah kenapa jantungku mendadak berdetak lebih cepat. Dia tidak terlalu tampan. Tapi sorot matanya teduh. Tersenyum.
“Saya mencari Bapak Adang. Beliau ada?”
Aku menggeleng.
Tak ada kata yang keluar dari bibirku.
***
               
Dia adalah anak dari sahabat abah. Lelaki bersorot mata teduh itu berasal dari Semarang. Ke Bandung sekitar setahun yang lalu untuk belajar di Technische Hoogeschool . Sejak siang itu, aku tak pernah bisa melupakan sosoknya. Beberapa hari setelah ia mengunjungi kediaman kami, ia datang lagi.

Ia selalu berkata bahwa Abah dan Emah sudah ia anggap seperti orang tua kandungnya yang jauh di Semarang. Dan Abah dan Emah senang menerima kunjungannya. Seperti tiba-tiba punya seorang anak lelaki, begitu kata Abah.

Saat pulang, aku mengantar ia ke teras.  Lalu ia memberikanku secarik kertas. Tanpa bicara. Aku menerima kertas itu dengan gugup. Dia berpamitan. Aku segera bergegas ke kamar. Jantungku berdegup kencang seperti saat melihatnya pertama kali. Aku membuka kertas itu perlahan.

Bandoengsche Holandsche Wangen

Geef geerust een zoen op een
Bandoengsche wang
En wees voor rood-afgeven daar
heusch niet bang,
Zoo’n rose wangetje is je reinste natuur
En belist geen resultaat van een
Schoonheidskuur.

Kintan, tahukah engkau arti puisi itu? Jika tidak, nanti aku beritahu saat kita jumpa.
Aku akan minta ijin Abah untuk mengajakmu berjalan-jalan. Mau kah, Kintan?

***
Benar kata pepatah lama, bahagia selalu menjadi obat bagi apapun. Tak terkecuali bagi tubuhku. Sejak kedatangannya, aku merasakan tubuhku membaik. Abah dan emah pun melihat perubahanku dan merasa sangat gembira.

Sore yang sejuk. Ia meminjam motor rekannya. Setelah meminta ijin pada abah dan emah, kami pergi. Kami berkeliling Bandung menelusuri jalan Societeit, ia mengajakku ke Toko De Vries, toko segala ada terbesar di Hindia, membelikanku rok bunga-bunga peach.

Lalu kami berkeliling lagi ke Braga weg, saat melewati Toko Concurrent di kanan jalan, ia mengatakan bahwa akan mengajakku kesana dan membelikanku perhiasan. Aku hanya tersenyum. Pipiku menghangat. Kami meneruskan perjalanan hingga ke Chineesche wijk.

Saat itu jalanan tampak ramai. Saat ini pasar yang buka setiap hari adalah satu kemajuan bagi rakyat Bandung kala itu. Sebelumnya untuk membuka pasar, harus ada ijin dari pemerintah kolonial. Ijinnya perhari, makanya ada yang disebut hari pasar.

Pemukiman Tiongkok dan kegiatan pasar dilakukan di daerah barat kota Bandung. Terpisah dengan pemukiman kaum Eropa di utara. Dan pemukiman kaum pribumi di selatan. Semua suku bangsa lain pun banyak yang pindah ke Bandung untuk berdagang. Karena Bandung selalu menawarkan peluang usaha yang lebih menjanjikan.

Lalu kami melewati Pasar Baru. Disebut pasar baru karena merupakan pindahan dari pasar lama di daerah Ciguriang yang habis terbakar pada kerusuhan Munada di tahun 1842. Setelah kerusuhan Munada, para pedagang berpencar tidak teratur. Sehingga dibuatlah Pasar Baru dekat Pecinan.

Perjalanan kami berhenti di Pieterspark. Ia memarkirkan motornya. Kami duduk di bangku taman. Ia menatapku lekat seolah hari itu hari terakhir kami bertemu.
Dia lalu memberikanku secarik kertas dan mengatakan itu arti puisi yang ia janjikan.
“Buka nanti saja di rumah, Kintan.” Ucap lelaki bersorot mata teduh itu.
***

Sesampainya di kawasan rumahku, motornya mogok. Kami tergelak. Aku pun turun dan kami berjalan sambil ia menenteng motor ke rumah. Karena takut terlalu larut, ia mengantarkanku berjalan kaki tanpa memeriksa mesin motornya terlebih dahulu.

“Nanti saja, takut Abah dan Emah khawatir kita belum kembali. Hari hampir gelap.” Ujarnya.
Saat tiba di jembatan, ia menatapku lekat.
“Sudah, sampai sini saja. Kasihan jika kau harus terus menenteng motor itu hingga ke rumah. Akan kusampaikan pada Abah dan Emah motor kawanmu mogok.” Kataku.
“Sungguh tak apa-apa, Kintan?”
“Iya, hari mulai gelap. Pulanglah. Dan kau pun harus memperbaiki motor kawanmu itu kan?”
Ia mengangguk. Lalu menyerahkan plastik padaku. Berisi rok bunga-bunga peach yang ia belikan tadi. Lalu ia mengatakan hal yang tak akan pernah bisa kulupakan.

“Kintan, pakai rok itu saat berjumpa aku nanti ya.” Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
“Kau tahu kenapa warna itu yang kupilih? Itu mengingatkanku pada pipimu. Bersemu merah saat kamu tersenyum.”
“Kapan kamu akan datang lagi?”
“Tunggulah. Aku pasti datang, Kintan.”
Sejak saat itu, aku menancapkan ucapan dan janjinya di sanubariku. Tapi ia tak pernah datang lagi.

Aku tak pernah mendengar kabarnya cukup lama. Hingga suatu sore yang mendung Abah memberikan kabar duka yang menyayat-nyayat hatiku. Ia, lelaki dengan sorot mata yang teduh itu kembali ke pangkuanNya dalam kecelakaan saat perjalanan pulang ke semarang.

Hariku pun kembali muram.  Tapi aku masih menunggu janjinya. Persis seperti yang ia katakan, ia ingin menemuiku lagi memakai rok bunga-bunga berwarna peach. Dan aku masih menunggunya hingga saat ini. Walau aku tahu, ia, lelaki bersorot mata teduh-ku itu tak akan pernah kembali
***

Pipi Belanda dari Bandung

Ciumlah suka hati pipi
Bandung, silahkan
Kelunturan pemerah tak perlu dikhawatirkan
Pipi merah bandung sungguh asli alami
Bukan pulasan salon mempercantik diri

Kinan, aku akan ke Semarang dan memberitahukan pada Ayah dan Ibu bahwa aku sudah menemukan calon istriku di Bandung.

Dari,



Lelakimu

***

notes: puisi diambil dari googling (lupa alamat webnya) dan pernah digubah di majalah "Mooi Bandoeng" tahun 1940-an