#30harimenulis 2016
Tema hari ke-8: Menulis kisah fiksi yang diawali dengan, "Ternyata ia belum mati."
Ternyata ia belum mati. Bahkan masih mengisi salah satu relung hati Sekar. Perasaan itu masih ada. Tak akan pernah bisa mati.
"Biarin aja mati sekalian."
Maya menatap Sekar. Matanya berkilat-kilat. Tangannya mengepal.
"May..."
Sekar berusaha menenangkan adik satu-satunya itu. Tempat ia berbagi 16 tahun terakhir ini. Setelah Ibu pergi untuk selama-lamanya.
***
26 tahun yang lalu.
Sekar berusia 10 tahun. Menggandeng adiknya, Maya, yang berusia 8 tahun. Kedua anak kecil itu seharusnya sedang dirumah. Menonton TV atau membantu Ibu menyiapkan makan malam. Tapi tidak dengan Sekar dan Maya.
Suasana-suasana rumah yang hangat harus mereka kubur. Itu impian yang terlalu tinggi untuk saat ini. Sekarang, bagaimana caranya mereka mendapatkan uang untuk bayar uang sekolah.
Rumah bercat putih itu tertutup rapat. Pagarnya tinggi. Sekar dan Maya menggapai-gapai selot pagar. Terbuka. Lalu mengetuk pintu rumah.
"Assalaammualaikum."
Tak ada jawaban.
Menit dan menit berlalu.
Tapi Sekar tak menyerah. Ia mengajak adiknya duduk di teras. Menyandar ke tembok dengan peluh di dahi.
Suara pintu terbuka.
"Heh? Sekar? Maya?"
Tak perlu dilanjutkan ingatan peristiwa setelahnya. Terlalu sakit. Teramat sakit. Malam hari setelah mereka pulang dari rumah besar itu, badan Maya panas. Hingga ia mengigau-ngigau. Sekar menangis di pojok kamar. Pantatnya sakit dipukul Ibu.
"Tak usah kamu datangi rumah itu lagi. Kamu dengar, Sekar? apalagi sampai kau ajak adikmu. Lihat! Sekarang adikmu demam tinggi karena kelelahan."
Ibu memukul pantat Sekar dengan gagang sapu. Tak terlalu kencang. Tapi sakitnya sampai ke ulu hati.
Sekar masih menangis. Dan Maya masih mengigau.
"Ayah... ayah... ayah..."
Ibu duduk disamping Maya. Mengelus-ngelus kepala Maya sambil mengompres. Mata ibu basah.
***
Tak ada jaminan bahwa orang yang harusnya melindungimu takkan pernah menyakitimu. Nyatanya ia justru yang menancapkan paku luka dalam hatimu.
Sejak kejadian panas demam malam itu, Maya kecil terluka. Ayah yang ia panggil-panggil tak pernah datang. Sejak saat itu Maya kecil memutuskan untuk tak pernah mengharapkan lelaki itu lagi hingga detik ini.
***
Bau khas Rumah Sakit menggelitik hidung. Sekar mempercepat langkahnya menuju ruang UGD. Memasuki ruangan yang tampak sibuk. Ada sekitar 10 kasur berjejer. Ditutupi tirai sebagai penyekatnya. Entah dimana dia terbaring. Sekar tak tahu harus membalikkan badan untuk pulang atau mencari dia.
"Ayah di UGD RS Sariningsih."
Hanya itu bunyi smsnya.
Tapi Sekar datang terlambat. Sedikit terlambat.
***
Jasad sudah tertutup tanah. Tapi ternyata ia belum mati. Ia akan tetap tinggal dihati Sekar. Walau luka itu pun masih menganga lebar. Hingga detik ini.
***
Di dedikasikan untuk anak-anak yang pernah terluka. Apapun yang telah orang tua kita lakukan atau tidak lakukan, merekalah yang membuat kita hadir di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar